Minggu, 02 Mei 2010

Zakat dan Negara: Pendapat Sahabat Nabi

Setelah Khalifah keempat, berkembang persepsi dimasyarakat bahwa pemerintahan saat itu tidak memiliki komitmen secara keagamaan. Oleh karena itu, berkaitan dengan masalah pembayaran zakat kepada pemerintah, Abu Ubaid memberikan satu bab khusus dalam bukunya Kitab Al-Amwal dengan judul “Pembayaran Zakat kepada Pemerintah dan Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama tentang Masalah ini”. Dalam bab tersebut Ibnu Umar dipandang sebagai otoritas untuk menjustifikasi perubahan situasi. Karena perpecahan politik di tubuh umat pada masa itu telah membuat bingung sebagian orang berkaitan dengan pihak yang menerima pembayaran zakat. Hal ini kemudian menyebabkan Ibnu Umar mengatakan “Bayarkan kepada orang yang engkau baiat (man baya’ta)”, sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan kepadanya. Namun karena pemerintahan saat itu tidak stabil, Ibnu Umar kadang memberi jawaban secara berbeda.
Pada mulanya Ibnu Umar sangat tegas berkenaan dengan pembayaran zakat kepada pemerintah, ketika dia mengatakan “Bayarkan zakat kepada penguasa (wulati) sekalipun mereka minum minuman keras (khamar)”. Kemudian ketika situasi berubah, dia merubah pikirannya. Abu Ubaid meriwayatkan bahwa Ibnu Umar akhirnya merivisi (raja’a ‘an) pandangannya berkenaan dengan pembayaran zakat kepada pemerintah. Dia akhirnya merespon perubahan situasi dengan mengatakan: “Bayarkan (secara langsung) kepada mereka yang ditetapkan berhak menerimanya”.

Seluruh pembahasan diatas menunjukkan bahwa karakter politis (political character) zakat tidak selalu dipegang oleh publik. Namun disepanjang sejarah, karakter ritualnya (ritual character) tidak pernah terlepas dari pembayaran zakat. Meskipun para Ulama’ seperti Abu Ubaid dan Al-Mawardi, berpendapat bahwa harta kekayaan yang tampak (amwal zahirah) harus dibayar melalui pemerintah, pandangan mereka didasarkan atas asumsi adanya pemerintah yang berkarakter Islami. Ketika situasi berubah, dan komitmen pemerintah terhadap Islam dipertanyakan atau bahkan bagi Muslim yang tinggal di daerah non-Muslim, pembayaran zakat kepada pemerintah semacam itu barangkali perlu di-review.
... sebagai subjek pembahasan dalam keuangan publik Islam, zakat tidak bisa dinilai hanya dari aspek politiknya saja, meskipun aspek zakat ini adalah aspek yang menunjukkan gambaran karakteristiknya sebagai institusi keuangan publik dalam pengertian konvensional. Aspek ritual zakat mempertahankan karakternya sebagai institusi khusus keuangan publik dari perspektif Islam, sebab zakat harus didistribuskan kepada publik, baik melalui pemerintah atau pun tidak. Karenanya karakter khas zakat terletak pada fakta bahwa aspek ditributifnya lebih penting dari pengumpulannya.
... penekanan pada aspek pembelanjaan (spending aspect), dengan mengesampingkan bentuknya (institusinya), adalah di antara fitur spesial atau karakter khusus zakat.

sumber :http://www.facebook.com/?sk=messages&ref=mb#!/?page=4&sk=messages&tid=1070176171495
0