Sabtu, 11 April 2009

Organisasi Penyelenggaraan dan Perencanaan Operasional

A. Organisasi Penyelenggaraan
Perlu dijelaskan terlebih dahulu, Penyelenggaraan Haji menjadi tanggung jawab Menteri Agama yang dalam pelaksanaan sehari-hari, secara structural dan teknis fungsional, dilaksanakan oleh Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaran Haji (Ditjen BIPH) dengan dua unit teknis yaitu Direktorat Pelayanan Haji dan Umrah (Dtyanhum) dan Direktorat Pembinaan Haji (Ditbina Haji).dalam perkembangan terakhir, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2005, Ditjen BIPH direkstruturisasi menjadi dua unit kerja eselon I, yaitu Ditjen Bimbingan Islam dan Ditjen Penyelenggaraaqn Haji dan Umroh (Ditjen PHU). Dengan demikian, mulai operasional haji tahun 2007 peleksana teknis penyelenggaraan ibadah haji berada di bawah Ditjen PHU.

Jenjang eselon pada struktur organisasi birokrasi Ditjen PHUterdiri dari eselon I (Direktur Jendral PHU), eselon II (Direktur), eselon III (Bagian dan Sub Direktorat) dan eselon IV (Seksi dan Sub Bagian) serta didukung oleh staff pelaksana yang jumlahnya bervariasi untuk masing-masing unit kerja. Disamping itu, sepertiu halnya pada Direktorat lain, juga terdapat satu unit eselon IV, yaitu sub bagian Tata Usaha, yang mempunyai tugas melakukan pengolahan data, penyusunan laporan serta urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.




Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing unit, secara garis besar dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Sekretariat Ditjen PHU, Mempunyai tugas pelayanan teknis dan administrative bagiu seluruh satuan organisasi dilingkungan Ditjen PHU.
2. Direktorat Pembi9naan Haji, mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Dtjen PHU dibidang Pembinaan Haji, termasuk pembinaan di bidang penyuluhan haji, bimbingan jama'ah dan petugas haji, pembinaan Kelompoik Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dan paskan haji serta jama'ah haji khusus dan umrah.
3. Direktorat Pelayanan Haji mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Ditjen PHU dibidang Pelayana Haji dan Umrah, termasuk didalamnya penyiapan dokumen, perbekalan, penyelenggaraan perjalanan, pengelolaan akomodasi, pengendalian haji dan umrah serta ibadah haji khusus.
4. Direktorat Pengelolaan BPIH dan system Informasi Haji, mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Ditjen PHUdalam bidang tugas melaksanakan pembinaan perbendaharaan, penelaahan, penerimaan, penyempurnaan, pembayaran, pembukuan, rokonsiliasi, pengarsipan serta pelaporan keuangan yang berhubungan dengan pengelolaan dan BPIH dan pelaksanaan pengembangan siistem informasi haji.

Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa unit teknis mempunyai fungsi sebagai penaggung jawab (leading sector) dalam penyelenggaraan haji dan telah mendapat delegasi wewenang dalam hal fungsi perumusan, pelaksanaan dan pengendalian kebijaksanaan teknis penyelenggaraan haji pada satuan unit kerja Direktorat Pelayanan Haji (Ditjen Haji), Direktorat Pembinaan Haji (Ditbina) dan Direktorat pengelolaan BPIH dan system Informasi Haji. Untuk pelaksanaan koordinasi didaerah dan di arab Saudi, maka di masing-masing daerah ditetapkan struktur penyelenggaraan haji sebagai berikut :
1. koordinator penyelenggaraan ibadah haji propinsi adalah Gubernur, dan pelaksanaan sehari-hari oleh kepala kantor wilayah Departemen Agama propinsi selaku kepala staff.
2. Koordinator Penyelenggaraan ibadah haji di kabupaten atau kota madya adalah Bupati atau Walikota dan pelaksanaan sehari-hari oleh kepala kantor departemen agama kabupaten/kota.
3. Koordinator penyelenggaraan ibadah haji di arab Saudi adalah kepala perwakilan RI di Bantu oleh Konsulat Jenderal RI Jeddah sebagai Koordinator Harian.sementara pelaksana sehari-hari adalah staff teknis urusan haji pada Konsulat Jenderal RI Jeddah.

Organisasi terkecil dalam penyelanggaraan ibadah haji adalah kelompok terbang (Kloter), yaitu sekelompok jama'ah haji yang jumlahnya sesuai dengan jenis dan kapasitas pesawat yang digunakan. Dalam setiap kloter ditunjuk petugas operasional yang menyertai jama'ah haji sejak diasrama haji, di arab Saudi sampai kembali ketanah air, yang terdiri dari unsure pemandu haji (TPIHI) yang juga berfungsi sebagai ketua kelompok terbang, pembimbing ibadah (TPIH), kesehatan (TKHI), ketua rombingan yang membawahi empat regu dan ketua regu yang membawahi sepuluh orang jama'ah haji. Mulai musim haji tahun 2009 petugas kloter ini dirampingkan menjadi TPIHI sebagai ketua kloter dan TKHI, sedangkan fungsi TPHI dirangkap oleh ketua kloter. Prinsip dasar pengelompokan dalam organisasi kloter adalah dengan memperhatikan status mahram (hubungan keluarga), rombongan, keluarga, bimbingan, domisili/wilayah tempat tinggal danb jenis pelayanan yang dipilih oleh jama'ah haji.




Selama operasional haji, meliputi pemberangkatan jamaah haji dari asrama emberkasi ke arab Saudi sampai dengan pemulangan haji dari Jeddah dan kedatangannya di emberkasi asal, maka dibentuk Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) emberkasi/Debarkasi yang berfungsi sebagai pelaksana operasional yang melibatkan instansi terkait yang terdiri dari PPIH Pusat, PPIH Arab Saudi. Pengendalian penyelenggaraan haji di tanah air dan di arab Saudi di lakukan leh menteri agama, sedangkan teknis pengendalian operasional haji dilakukan oleh panitia penyelenggaraan ibadah haji ditingkat pusat, sedangkan pelaksana oprasional sesuai dengan ruang lingkup daerah tugasnya.

B. Perencanaan Operasional Penyelenggaraan Haji Indonesia
Pelunasan biaya pendaftaran haji dibatasi waktunya, itu dimaksudkan untuk mendapatkan data riil jumlah calon jama'ah haji yang terdaftar dan ini merupakan dasar bagi perencanaan penyelenggaraan operasional haji secara keselurahan pada tahun yang bersangkutan seperti penyiapan angkutan, pemondokan, obat-obatan, petugas, penyiapan paspor, penyusunan jadwal penerbangan haji, sehingga seluruh calon jema'ah haji yang terdaftar dapat diterbangkan ketanah suci dan dapat melaksanakan wukuf.

Mengapa pemerintah Indonesia dalam penyelenggaraan ibadah haji tidak menganjurkan mabit terlebih dahulu dimina pada tanggal 8 dzulhijah ??
Karena jema'ah haji Indonesia jumlahnya banyak, sehingga ada kesulitan dalam mengatur mabit pada tanggal 8 dzulhijah, jadi kemaslahatan jema'ah haji Indonesia, maka tidak harus mabit dimina pada tanggal 8 dzulhijah. Hal ini tidak mengurangi sahnya ibadah haji.



Begitu juga dengan pemondokan sebelum diberangkatkan, jema'ah ahji perlu ditampung diasrama haji embarkasi. Ini dimaksudkan karena pada masa pemberangkatan haji embarkasi berfungsi sebagai tempat proses palayanan C.I.Q dan cekin bagi calon jama'ah haji sebelum diberangkatkan ke Arab Saudi yang meliputi kegiatan pemeriksaan dan penimbangan barang bawaan, kemigrasian, kegiatan pemeriksaan kesehatan, penerimaan paspor haji, ticket pesawat, gelang, masker, dan living kost (biaya hidup di Arab Saudi) serta pemntapan manasik haji, disamping untuk memberikan waktu istirahat bagi calon atau jema'ah haji.

Adapun organisasi petugas operasional yang menyertai jema'ah haji terdri dari satu orang team pemandu haji Indonesia (TPHI) dua orang team pembimbing ibadah haji Indonesia (TKHI) yang terdiri dari satu orang dokter dan satu orang paramedic.

Selain itu, pesawat yang digunakan pun adalah hal penting dalam perencanaan operasional. Oleh karena itu, sejak tahun 1991 departemen agama telah menetapkan rencana dan spesifikasi angkutan haji minimal buatan tahun 1980. namun demikian, sebagian besar pesawat haji yang digunakan adalah produksi diatas tahun 1992.


penulis : kelompok Manajemen Dakwah
0

0 komentar: